Serius Garap Infrastruktur, Penerbitan Perpres PPP Jadi Prioritas

Posted by Diposting oleh alvian On 8:17:00 PM

Pemerintah berjanji bakal mempercepat penerbitan revisi Peraturan Presiden Nomor 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta (PPP) dalam Penyediaan Infrastruktur. Ini dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan proyek-proyek yang dikerjasamakan kepada swasta.

Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bambang Susantono mengatakan, revisi sudah dituntaskan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.

Bahkan, revisi sudah dikonsultasikan kepada stakeholder departemen teknis terkait dan dilaporkan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

"Pasti secepatnya. Sekarang sudah diajukan ke Presiden. Menteri Bappenas sudah, melalui Menko Ekonomi masa Bu Ani (Sri Mulyani Indrawati) juga sudah maju ke Presiden," ujarnya di Jakarta, Senin (2/11/2009).

Bambang mengatakan, percepatan penerbitan revisi diperlukan mengingat pemerintah sangat berkepentingan dengan regulasi bagi percepatan pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur. Diketahui, dari hampir seluruh rekomendasi di bidang ekonomi, harapan mayoritas stakeholder adalah percepatan pembangunan infrastruktur seperti kelistrikan, pelabuhan, jalan, dan trasnportasi laut.

"Apakah nanti Presiden melihat perlu ada yang ditambahkan atau tidak, kita lihat. Tapi usulan dari versi yang lama dan sudah diakomodosi, cukup bagus memberikan penyederhanan tender dan dukungan pemerintah," paparnya.

Diakui Bambang, revisi terbaru Perpres 67 bakal memuat sejumlah usulan baru yang dianggap bisa mempercepat pelaksanaan proyek. Di antaranya yaitu penyederhanaan tender proyek, pemberian jaminan dan dukungan pemerintah atas proyek yang ditenderkan, dan preferensi atas pemrakarsa proyek.

Berdasar revisi baru aturan, pemrakarsa mendapat preferensi 10 persen dibanding kontraktor lain peserta tender. Sementara penyederhanaan tender dilakukan dengan menyingkat proses tender yang gagal untuk proses pertama, bisa dimungkinkan penunjukan langsung di tender kedua sesuai acuan dan kualitas penawaran kontraktor.

"Sementara dukungan pemerintah bisa dua, bisa berupa dana cash bisa pula hanya jaminan," sebut Bambang.

Khusus dukungan ini, tuturnya, pemerintah akan mendelegasikannya kepada Lembaga Penjamin Infrastruktur (Guarantee Fund). Diketahui pemerintah bakal membentuk Guarantee Fund dengan alokasi anggaran Rp1 triliun didukung lembaga-lembaga multilateral seperti Bank Duni, ADB (Asian Development Bank), IDB (Islamic Development Bank), dan juga dari Jepang. Lembaga direncanakan melakukan penjaminan proyek-proyek infrastruktur dari risiko-risiko yang muncul.

Di sisi lain, Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta Bappenas Bastary Pandji Indra berpendapat, revisi Perpres 67/2005 tampaknya masih harus memberikan kekhususan atas tender pelaksanaan proyek-proyek tertentu. Kekhususan diberikan terutama pada proyek yang sulit memenuhi syarat minimum tiga kontraktor peserta tender atau dianggap sangat urgen untuk segera direalisasikan.

Bastary mencontohkan pada proyek nuklir atau Jembatan Selat Sunda yang membutuhkan pembiayaan yang cukup besar, namun jumlah kontraktor yang mau dan mampu melaksanakannya sedikit. "Kalau mau dan merasa penting dilakukan penunjukan saja, untuk mempercepat pelaksanaannya. Kalau mau komitmen dalam lima tahun ke depan. Itu bisa dilakukan," ujarnya.

Desakan penerbitan revisi regulasi kerjasama pemerintah swasta dengan mengakomodir berbagai usulan pelaksanaan tender telah muncul dari banyak kalangan. Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit misalnya (SINDO, 28/10) mengatakan, revisi tersebut diperlukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. "Sekarang memang sudah dibahas, tapi belum jelas kapan keluarnya," katanya.

Danang mengatakan, proyek infrastruktur rata-rata membutuhkan investasi yang tinggi, sehingga peminatnya sangat sedikit. Untuk itu dia berharap revisi perpres bisa lebih fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan saat ini serta aplikasinya lebih sederhana. "Kalau yang sekarang terlalu rigid, sehingga prosesnya berjalan lama," jelasnya.(Zaenal Muttaqin /Koran SI/rhs)